Seorang guru yang bernama Bruicll dalam bukunya Abna’ al-Insaniah menceritakan tentang dasar-dasar peradaban Barat di mana ia berkata: “Roger Bikun mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab di sekolah Oxford kepada guru-gurunya yang berasal dari Arab di Andalus. Dan Roger Bikun dan Fenessis Bikun tidak dapat menisbatkan keutamaan yang mereka peroleh dalam menciptakan sistem eksperimental kepada diri mereka sendiri. Roger Bikun hanya seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh kerana itu, ia tidak malu ketika menyatakan bahawa mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab adalah jalan satu-satunya untuk mengetahui kebenaran.”

pic hosted @ electromagnet.photobucket

Demikianlah pernyataan pakar-pakar Barat yang jujur. Yang demikian ini bisa dijadikan sanggahan terhadap orang-orang Barat yang tidak jujur agar mereka mengetahui bahawa mereka sebenarnya mengambil senjata yang sebenarnya berasal dari Islam. Dan jika dikatakan bahawa rahsia kebangkitan Barat saat ini dan keunggulannya atas Timur kembali kepada pengambilannya terhadap sebab-sebab metode eksperimental, yaitu metode Islam, maka rahsia kehancuran Barat dan kebingungannya serta kegelisahannya adalah kerana mereka tidak menghubungkan metode tersebut dengan kebesaran Allah SWT sebagaimana semestinya. Metode eksperimen-tal – sebagaimana diambil orang-orang Barat – dimulai dari alam dan berakhir kepadanya sebagai sesuatu tujuan. Jadi, ruang lingkup pembahasan mereka adalah berkisar kepada materi, dan alat-alat pembahasan adalah eksperimen dan pengamatan serta istiqra.
Tiada setelah alam kecuali kematian dan kematian adalah rahsia yang misteri dan melawannya adalah hal yang mustahil. Kita tidak mengetahui apa yang terjadi setelah kematian; kita tidak mengetahui sesuatu pun tentang roh. Tidak ada hubungan antara ilmu dan akhlak; tidak ada jawapan dari ilmu tentang tujuan kehidupan ini. Kita hanya mempelajari aspek-aspek lahiriah dan mencapai hukum-hukumnya saja. Demikianlah pandangan Barat tentang ilmu di mana ia hanya sekadar alat dan sarana untuk mengatur alam dan berusaha menguasainya. Sedangkan metode ilmiah dalam Islam menyatakan bahawa gerakan atom dengan gerakan sistem tata suria di bawah kendali Zat Yang Maha Tahu dan Zat Yang Maha Pencipta. Ilmu dalam Islam justru membimbing manusia untuk menuju Allah SWT:
“Dan bahawasanya kepada Tuhanmu lah kesudahan (segala sesuatu). ” (QS. an-Najm: 42)
Ilmu justru menghantarkan manusia untuk mencapai rasa takut kepada Allah SWT sebagaimana membimbingnya beribadah kepadanya dan mencintai-Nya:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama).” (QS. Fathir: 28)
Islam datang dan mengajak manusia untuk membaca, mengetahui, dan takut kepada Allah SWT serta hanya beribadah kepadanya. Jika ilmu merupakan sayap pertama di dalam Islam, maka sayap yang kedua adalah kebebasan. Rasulullah saw memberitahu dan menyatakan bahawa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan tidak ada sembahan selain Allah SWT.
Seruan ini mengisyaratkan keruntuhan tuhan-tuhan yang mengusai bumi semuanya, baik tuhan yang berupa kepentingan-kepentingan peribadi, kekayaan, raja, penguasa, pemikiran-pemikiran yang mengusai manusia, warisan para datuk dan nenek, berhala-berhala yang terbuat dari batu dan kayu, mahupun berbagai macam tuhan lain yang bohong. Adalah salah jika seseorang membayangkan bahawa kalimat “tiada Tuhan selain Allah” hanya sekadar hiasan mulut seorang Muslim di mana segala sesuatu yang ada di sekitarnya penuh dengan kebohongan dan tidak membenarkan apa yang dikatakannya. Kalimat tersebut dalam Islam merupakan pergelutan besar bersama kegelapan yang ada pada diri manusia, suatu pergelutan yang berakhir pada penyerahan diri; pergelutan yang akan berpindah pada kehidupan yang lebih berat, sehingga kehidupan akan berserah diri. Dan mustahil pergelutan itu akan terjadi kecuali jika terpenuhi suatu kebebasan: kebebasan akal untuk meragukan dan menolak dan kebebasan yang berakhir kepada pencapaian batas-batasnya dan kemampuannya serta kebebasan yang meninggi untuk mencapai keimanan yang dalam dan kukuh. Itu adalah tanggung jawab yang berarti bahawa ia harus memikul senjata untuk membebaskan orang lain sebagaimana ia membebaskan dirinya sendiri. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ilmu yang berdiri di atas kebebasan dan tanggung jawab yang tumbuh dari kebebasan, dan buah terakhirnya adalah tauhid dalam kedalamannya yang jauh.
Jika tauhid difahami secara benar, maka manusia akan terbebas dari penyembahan selain Allah SWT: manusia akan bebas terhadap rasa takut dari kematian, kekhuatiran atas rezeki, manusia akan terbebas dari sikap bakhil dan ketakutan terhadap hari-hari yang akan datang.
Muhammad bin Abdillah datang untuk menyerukan bahawa hanya Allah SWT yang patut disembah dan bahawa semua manusia adalah hamba- hamba-Nya. Dengan membebaskan manusia dari menyembah sesama mereka, maka kebebasan yang hakiki telah dimulai. Rasulullah saw memberitahu bahawa kematian adalah perpindahan dari satu rumah ke rumah yang lain. Ia bukan akhiran yang misteri dari kehidupan yang tidak dapat difahami, tetapi ia hanya sekadar perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan menyelamatkan dari kematian itu sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan memanjangkan ajal. Pada setiap ajal ada ketentuannya. Maka keberanian merupakan unsur dari unsur-unsur pembentukan keperibadian Islam dan bahagian dari bahagian-bahagian sel yang ada dalam tubuh seorang Muslim.
Rasulullah saw juga menyatakan bahawa rezeki di dunia sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah- lah yang memberi rezekinya. ” (QS. Hud: 6)
Jibril mewahyukan kepada Rasul saw bahawa suatu jiwa tidak akan memenuhi ajalnya sehingga rezekinya disempurnakan. Jika demikian halnya, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk khawatir terhadap rasa lapar dan gelisah terhadap hari esok. Semua ini terjadi dalam ruang lingkup mengambil atau melalui jalan-jalan menuju sebab. Yakni berusaha untuk mencapai rezeki yang merupakan kewajipan bagi orang Muslim dan percaya terhadap kedermawan Allah SWT yang juga merupakan suatu kewajipan bagi orang Muslim untuk mempercayainya. Allah SWT berfirman:
“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. ” (QS. adz-Dzariat: 22)
Allah SWT telah menjamin rezeki di dunia dan memerintahkan manusia untuk berusaha mencapai rezeki di akhirat. Rezeki di dunia adalah sesuatu yang sudah dijamin, sehingga manusia tidak perlu melakukan usaha yang terlalu sengit untuk mencapainya. Cukup baginya untuk berusaha secara benar dan seimbang. Sedangkan berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT memerintahkan manusia untuk berusaha mencapainya kerana ia adalah rezeki yang Allah SWT tidak menjaminnya kecuali jika manusia berhasil melampaui dua jihad: jihad yang besar dan jihad yang kecil. Jihad besar adalah jihad melawan hawa nafsu dan jihad kecil adalah jihad melawan musuh di medan perang.
Dengan terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan rasa takut, maka Islam memberi seorang Muslim senjatanya dan alat-alatnya dan ia memerintahkannya untuk mulai memerangi kekuatan-kekuatan kelaliman di muka bumi. Allah SWT berfirman tentang umat Islam:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali ‘Imran: 110)
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT menyebutkan amal makruf nahi mungkar sebelum keimanan kepada Allah SWT. Ini dimaksudkan agar akal manusia tergugah akan pentingnya jihad di jalan Allah SWT. Amal makruf dan nahi mungkar tidak terwujud semata-mata dengan memegang tongkat dan mencambukannya kepada punggung orang-orang Islam yang tidak solat; ia juga tidak berupa usaha untuk menahan orang-orang Muslim yang tidak berpuasa. Masalah itu lebih penting dan lebih besar dari sekadar memperhatikan hal-hal yang bersifat lahiriah, sedangkan hal-hal yang bersifat batiniah tidak diperhatikan.
Ayat tersebut berarti, hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan berdakwah di jalan Allah SWT serta memerangi orang-orang lalim di muka bumi. Abu Bakar berkata: “Wahai manusia, kalian membaca ayat berikut ini:”
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk,” (QS. al-Maidah: 105)
Dan aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang yang lalim dan mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan azab kepada mereka semua.”
Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas ertinya. Yakni bahawa pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan dengan adanya jihad di jalan Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk menghentikan orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat mengatakan: “Aku telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak kepadaku orang yang sesat setelah aku memberikan petunjuk.”
Demikianlah pemahaman orang-orang Islam yang pertama. Maka bandingkanlah pemahaman tersebut dengan pemahaman kita saat ini di mana kita telah kehilangan keberanian, dan rasa takut telah menghinggapi tubuh orang-orang Islam. Kaum Muslim lebih mengutamakan keselamatan diri mereka daripada memerangi orang- orang yang lalim.
Muhammad bin Abdillah datang dengan membawa risalah Islam yang di dalamnya terdapat perintah Ilahi untuk memerangi orang-orang yang lalim dan mempertahankan kehormatan orang-orang yang tertindas di muka bumi. Allah SWT berfirman:
“kerana itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau berperang dijalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita mahupun anak- anak yang semuanya berdoa: ‘Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu. ” (QS. an-Nisa’: 74-75)
Muhammad bin Abdillah membacakan kepada kaumnya tentang penafsiran Allah SWT berkenaan dengan makna kejayaan yang besar:
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?, maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. at- Taubah: 111)
Bacalah ayat tersebut dua kali dan renungkanlah tentang kedermawan Allah SWT. Betapa tidak, Dia membeli jiwa orang-orang mukmin dan harta mereka, padahal jiwa tersebut dan harta tersebut pada hakikatnya adalah milik-Nya sendiri. Lihatlah bagaimana kemuliaan Allah SWT di mana Dia membeli harta milik-Nya yang khusus dengan syurga dan bagaimana Allah SWT menganjurkan orang-orang Islam untuk berperang, dan Dia memberitahu mereka bahawa urusan memerangi orang-orang lalim dan orang-orang yang tersesat bukanlah hal yang baru atas orang- orang Islam. Allah SWT telah memerintahkan hal tersebut dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana
Nabi Isa diutus dengan pedang, seperti yang disebutkan dalam lembaran- lembaran atau buku-buku orang-orang Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus dengan membawa pedang. Dan ketika Bani Israil berkata kepada Nabi Musa, “pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami hanya di sini duduk-duduk saja,”, maka kehendak Ilahi menetapkan agar mereka mendapatkan kesesatan selama empat puluh tahun sebagai akibat dari perbuatan mereka itu, agar generasi yang lemah dan hina itu hancur yang mereka justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan mereka membiarkan Nabi Musa bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu merupakan tanggung jawab mereka dan tugas mereka yang harus mereka emban sebagai pengikut Nabi Musa.
Demikianlah esensi dari ajaran Islam sebagaimana yang dibawa oleh Muhammad bin Abdillah. Yakni ajakan untuk membaca dan menggali ilmu serta mendapatkan kebebasan dan yang terpenting adalah usaha melawan kekuatan-kekuatan lalim. Suatu ajakan yang universal yang tidak dikhususkan untuk kalangan tertentu atau untuk warna kulit tertentu atau untuk kaum tertentu atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan kemanusiaan yang komprehensif yang universal yang ingin mengikat ilmu dan kebebasan dan jihad dengan tujuan yang lebih tinggi, yaitu mencapai tauhid kepada Allah SWT dan menyucikan-Nya serta keimanan terhadap hari kemudian dan kebangkitan manusia semuanya di hadapan Allah SWT.

Sumber dari: http://jaipk.perak.gov.my/index.php/Kisah-Para-Anbia-/Nabi-Muhammad-s.a.w.html dan http://harmoni-my.org/arkib/kisahnabi/ [lebih kurang sama saja]

Related Posts with Thumbnails

Tags: , , , , , ,

Apa yang nak di kata?