Perasaan kaum Anshar dan Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat berbeza dengan perasaan Nabi Musa ketika mereka mengatakan kepadanya, “pergilah engkau wahai Musa bersama Tuhanmu dan berperanglah, sesungguhnya kami di sini hanya duduk-duduk saja.” Namun kaum Muslim menyatakan bahawa seandainya Rasul saw memerintahkan mereka untuk melalui lautan dengan berjalan kaki di atas ombaknya nescaya mereka akan melakukan hal itu walaupun berakibat pada tenggelamnya mereka dan kematian mereka dan tak seorang pun yang akan menentang perintah Rasul saw tersebut.
Akhirnya, kaum Muslim bersiap-siap untuk memasuki kancah peperangan lalu mereka membuat khemah-khemah yang di situ ditentukan tempat peristirahatan dan pergerakan tentera Islam. Tempat itu ditentukan oleh Rasul saw. Allah SWT membiarkan Rasul-Nya melakukan kesalahan dalam memilih tempat sehingga itu akan dapat menjadi pelajaran bagi kaum Muslim dalam kaedah umum dari kaedah-kaedah peperangan yaitu sikap pemimpin pasukan untuk mengambil suatu kebijakan yang penting yang berdasarkan pengalaman. Kemudian datanglah Habab bin Mundzir kepada Rasulullah saw dan bertanya kepadanya, “apakah tempat yang kita jadikan sebagai pusat pergerakan tentera kita merupakan pilihan dari Allah SWT dan Rasul-Nya hingga kita tidak dapat mendahuluinya dan mengakhirinya yakni kita tidak dapat memberikan pendapat kita ataukah itu hanya masalah yang bersifat teknik yakni itu terserah pada pendapat kita dan sesuai kebijakan saat perang dan ia merupakan tipu daya semata?”
Rasulullah saw berkata: “Tetapi itu adalah pendapat peribadi, peperangan, dan tipu daya.” Habab berkata: “Ya Rasulullah ini adalah tempat yang tidak tepat.” Sahabat yang sarat pengalaman ini memilih tempat di mana pasukan Madinah dapat minum darinya sedangkan pasukan Mekah tidak dapat mengambil darinya. Kemudian berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat yang telah ditentukan oleh pengalaman militer.
Sampailah pasukan Mekah di mana jumlah mereka mendekati seribu tentera dan mereka akan berhadapan dengan tiga ratus tujuh belas pasukan Muslim. Pasukan Quraisy berada di tempat yang jauh dari lembah.
Pasukan kafir terdiri dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan pahlawan-pahlawan mereka, sedangkan pasukan Muslim terdiri dari keluarga-keluarga, ipar-ipar dan keluarga dekat dari pasukan kafir. Allah SWT telah menentukan agar seorang anak bertemu dengan ayahnya, saudara bertemu dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu di medan peperangan. Mereka semua dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka ditentukan oleh pedang. Akhirnya, peperangan Badar pun terjadi dan kaedah utama adalah kaedah persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika pasukan Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka pasukan kafir mulai terpecah belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan.
Lalu ‘Utbah bin Rabi’ah berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan mengajak mereka untuk menarik kembali dari peperangan. ‘Utbah memberikan pernyataan sesuai dengan tuntutan akal sehat, “wahai orang-orang Quraisy demi Allah, jika kalian harus memerangi Muhammad, maka kalian akan menyesal kerana kita berhadapan dengan saudara- saudara kita sendiri. Boleh jadi kita akan membunuh anak paman kita, atau salah seorang dari kerabat kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya saja?”
Kalimat yang rasional tersebut cukup menggoncangkan pasukan Mekah. Sebahagian tentera merasa puas dengan pernyataan tersebut kerana mereka melihat bahawa tidak ada gunanya peperangan itu. Namun kebodohan justru memadamkan kalimat yang rasional itu. Abu Jahal menuduh bahawa yang mengucapkan kata-kata adalah orang yang penakut. Kemudian Abu Jahal lebih memilih pendapatnya untuk menetapkan terus memerangi kaum Muslim.
Pemimpin pasukan kafir yaitu Abu Jahal mengetahui bahawa Muhammad tidak pernah berbohong. Kitab-kitab sejarah menceritakan bahawa Akhnas bin Syuraif menyendiri dalam perang Badar bersama Abu Jahal sebelum terjadinya peperangan tersebut dan bertanya kepadanya, “wahai Abul Hakam, tidakkah engkau melihat bahawa Muhammad pernah berbohong? Abul Hakam menjawab: “Bagaimana mungkin ia berbohong atas Allah, sedangkan kami telah menamainya al-Amin (orang yang dapat dipercayai).” Peperangan tersebut bukan sebagai usaha untuk mendustakan Rasul saw tetapi itu hanya semata-mata untuk menjaga kepentingan-kepentingan sesaat dan keadaan ekonomi. Demikianlah orang-orang kafir mempertahankan nilai yang paling rendah yang ada di muka bumi yang juga dipertahankan oleh binatang, sementara kaum Muslim justru mempertahankan nilai yang paling tinggi di bumi dan di langit yang ikut serta di dalamnya para malaikat.
Kemudian datanglah waktu malam menyelimuti dua kubu. Tiga ratus tentera yang mukmin sudah bersiap-siap dan mendekati seribu tentera musyrik. Orang-orang musyrik datang dengan menunggangi tunggangan mereka dan tampak mereka memiliki persenjataan yang lengkap, sedangkan setiap orang Muslim datang di atas satu kenderaan. Pakaian yang dipakai orang-orang musyrik tampak masih baru dan pedang-pedang mereka tampak mengilat serta baju besi yang mereka gunakan sangat unggul dan kuat. Alhasil, mereka memiliki persiapan yang sangat mengagumkan sedangkan pakaian yang dipakai orang-orang Muslim tampak sudah usang dan pedang-pedang kuno pun mereka gunakan dan baju besi yang mereka gunakan tampak tidak sempurna.
Nabi melihat keadaan pasukannya lalu hati beliau tampak sedih melihat pasukan tersebut. Beliau berdoa kepada Tuhannya: “Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang lapar, maka kenyangkanlah mereka. Ya Allah, sesungguhnya mereka adalah orang- orang yang tanpa alas kaki, maka tolonglah mereka. Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak berpakaian, maka berilah mereka pakaian.”
Kemudian rasa kantuk menghinggapi mata kedua pasukan lalu mereka beristirahat di tengah-tengah malam. Jatuhlah hujan kecil yang membuat tempat itu basah sehingga kelembapan mengitari kaum Muslim. Hujan tersebut membasuh tanah perjalanan dan menghilangkan debu- debu kepayahan serta menyucikan hati dan membangkitkan kepercayaan atas kemenangan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
“(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteram dari-Nya, dan Allah menurunkan hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu).” (QS. al-Anfal: 11)
Datanglah waktu pagi di Badar lalu kaum Quraisy mulai menyerang, lalu Nabi memerintahkan pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah saw bersabda: “Jika musuh mengepung kalian, maka usirlah mereka dengan panah dan janganlah kalian menyerang mereka sehingga kalian diperintahkan.”
Demikianlah ketetapan militer yang sangat jitu yang bererti hendaklah kaum Muslim membentengi mereka di tempat-tempat mereka agar orang-orang musyrik mendapatkan kerugian dari serangan yang mereka lakukan. Kita mengetahui dari ilmu militer saat ini bahawa seorang yang menyerang memerlukan tiga atau tiga kali lipat dari jumlah yang biasa dilakukan sehingga serangannya betul-betul efektif; kita mengetahui bahawa jumlah pasukan musyrik tiga kali lipat dibandingkan dengan tentera Muslim. Kaum musyrik di lihat dari segi jumlah sangat memadai untuk memenangkan peperangan, dan persenjataan mereka lebih lengkap dari persenjataan kaum Muslim. Jumlah haiwan yang mereka miliki pun sama dengan jumlah mereka, sedangkan tiap tiga orang Muslim berperang di atas satu tunggangan.
Dipetik daripada: http://jaipk.perak.gov.my/index.php/Kisah-Para-Anbia-/Nabi-Muhammad-s.a.w.html dan http://harmoni-my.org/arkib/kisahnabi/ [lebih kurang sama saja]
Filed under - Utusan Terakhir - Muhammad SAW
No Comments so far.
Tags: kisah nabi, kisah nabi muhammad, muhammad, nabi muhammad, utusan terakhir