Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw suatu arus dari gambar- gambar hidup: bagaimana saat beliau memasuki Madinah. Lewatlah di hadapan akal beberapa memori dan nostalgia: bagaimana wahyu yang turun kepadanya dengan membawa risalah di gua Hira, kemudian berubahlah pandangan dan bertiuplah angin kebencian kepadanya, bahkan angin itu membawa pasir-pasir tuduhan-tuduhan yang dilemparkan ke wajah suci beliau. Beliau berdiri sambil tersenyum dan hatinya dipenuhi dengan kesedihan di hadapan gelombang gurun dan kesendirian serta badai kesengsaraan. “Wahai manusia, tiada Tuhan selain Allah SWT. Demikianlah kalimat yang beliau katakan. Meskipun kalimat itu tampak sederhana namun ia mampu membangkitkan dunia. Dan bergeraklah patung-patung yang begitu banyak yang memenuhi kehidupan dan mereka membekali dirinya dengan kegelapan dan kebencian yang dialamatkan kepada sang Nabi. Para pembesar. para penguasa, wang, emas, serta kebencian dan kedengkian syaitan yang klasik dan banyaknya orang-orang munafik, semua ini menjadi musuh nyata sang Nabi pada saat beliau mengatakan “tiada Tuhan selain Allah SWT.” Nabi mengingat kembali Waraqah bin Nofel ketika menceritakan kepadanya apa yang terjadi dan apa yang dialami beliau di gua Hira. Tidakkah ia mengatakan kepadanya bahawa kaumnya akan mengusirnya?
Hari-hari hijrah sangat panjang dan berat. Matahari sangat dekat dengan kepala dan rasa panas sangat mencekik tenggorokan dan rasa pusing- pusing pun semakin meningkat. Setelah hijrah, Nabi memasuki Madinah. Beliau disambut oleh kaum Anshar dengan sambutan luar biasa. Beliau datang sendirian lalu mereka menolongnya; beliau datang dalam keadaan takut lalu mereka mengamankannya; beliau datang dalam keadaan lapar lalu mereka memberinya makanan; beliau datang dalam keadaan terusir lalu mereka memberikan perlindungan.
Bangunan Islam mulai ditancapkan di Madinah. Beliau mulai membangun negaranya setelah beliau membangun sumber daya manusia Islam yang tangguh. Yang pertama kali dibangunnya adalah sumber daya Islam, setelah itu beliau baru membangun negara. Tidak ada nilai yang bererti dari satu sistem yang hanya berdasarkan prinsip-prinsip besar yang tidak lebih dari sekadar tinta di atas kertas. Penerapan prinsip-prinsip adalah tolok ukur final dari nilai apa pun yang diperlakukan di dunia. Dan Islam telah berhasil menerapkan pada masa-masa pertamanya suatu sistem yang belum pernah dikenal dalam kehidupan manusia suatu sistem seperti itu. Yaitu sistem yang menunjukkan keadilan, persaudaraan, dan kasih sayang yang mengagumkan. Hal yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw adalah membangun masjid di mana di situlah unta yang ditungganginya berhenti. Masjid itu tampak sederhana. Tikarnya terdiri dari pasir-pasir dan batu-batu. Tiangnya terbuat dari batang-batang kurma. Barangkali ketika turun hujan, maka tanahnya akan menjadi lumpur kerana mendapat siraman air hujan. Mungkin ketika angin bertiup dengan kencang, maka ia akan mencabut sebahagian dari atapnya.
Di bangunan yang sederhana ini, Rasulullah saw mendidik generasi Islam yang tangguh yang dapat menghancurkan orang-orang yang lalim dan para penguasa yang bejat dan mereka mampu mengembalikan kebenaran ke singgahsananya yang terusir dan terampas. Mereka mampu menyebarkan Islam di muka bumi. Masjid itu tampak kecil dan sederhana sekali tetapi ia dipenuhi dengan kebesaran; masjid itu tidak menunjukkan kemewahan sama sekali. Di dalamnya Al-Qur’an dibaca lalu orang-orang yang mendengarnya menganggap bahawa mereka benar dan mendapatkan perintah harian untuk menerapkan dan melaksanakan apa- apa yang mereka dengar.
Al-Qur’an dibaca di masjid bukan seperti nyanyian yang orang-orang duduk akan merasa terpengaruh dengan keindahan nyanyian dan suara pembaca. Dan masjid di dalam Islam bukanlah tempat satu-satunya untuk ibadah. Menurut kaum Muslim semua bumi adalah masjid namun masjid adalah simbol peradaban yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, sebagaimana ia menyuarakan ilmu, kebebasan dan persaudaraan.
Semua Nabi berbicara tentang persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan ribuan kata-kata. Sedangkan Rasulullah saw telah mewujudkan persaudaraan itu secara praktis, yakni ketika karakter masyarakat saat itu mencerminkan Al-Qur’an. Nabi mulai mempersaudarakan kaum muhajirin dan Anshar di mana sahabat Anshar Sa’ad bin Rabi’, seorang kaya dari Madinah dipersaudarakan dengan Abdul Rahman bin ‘Auf, seorang yang berhijrah dari Mekah. Sa’ad berkata kepada Abdul Rahman: “Sesungguhnya, tanpa bermaksud sombong, aku memang memiliki harta yang banyak daripada kamu. Aku telah membagi hartaku menjadi dua bahagian dan sebahagiannya aku peruntukan bagimu. Lalu aku mempunyai dua orang wanita, maka lihatlah siapa di antara mereka yang mampu memikatmu sehingga aku menceraikannya lalu engkau dapat menikahinya.” Abdul Rahman bin ‘Auf menjawab: “Mudah-mudahan Allah SWT memberkatimu, keluargamu, dan hartamu. Di manakah pasar yang engkau berdagang di dalamnya?”
Abdul Rahman bin ‘Auf keluar menuju ke pasar untuk bekerja. Ia kembali dan membawa sesuatu yang dapat dimakannya. Ia menolak dengan lembut sikap baik Sa’ad dan kedermawanannya. Ia bersandar pada keimanan kepada Allah SWT dan lebih memilih untuk bekerja dan membanting tulang. Tidak berlalu hari demi hari kecuali ia tetap bekerja sehingga ia mampu untuk membekali dirinya dan melaksanakan pernikahan.
Demikianlah masyarakat Islam terbentuk dan menampakkan identitinya berdasarkan cinta, kebebasan, musyawarah, dan jihad. Pekerjaan menurut Islam bukan suatu penderitaan untuk mendapatkan roti atau potongan daging sebagaimana dikatakan peradaban kita masa kini, tetapi pekerjaan dalam Islam melebihi ruang lingkup materi ini dan menuju puncak yang lebih tinggi:
“Dan katakanlah: ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu. ” (QS. at-Taubah: 105)
Kesedaran bahawa apa yang kita kerjakan akan di lihat oleh Allah SWT menjadikan pekerjaan itu mendapat cita rasa yang lain. Yaitu suatu rasa yang melampaui nikmatnya memakan roti dan daging. Setelah bekerja, datanglah cinta. Cinta dalam Islam bukan hanya perasaan yang menetap dalam hati dan tidak diwujudkan oleh suatu perbuatan; cinta dalam Islam merupakan langkah harian yang akan mengubah bentuk kehidupan di sekitar manusia menuju yang lebih tinggi dan mulia.
Sumber dari: http://jaipk.perak.gov.my/index.php/Kisah-Para-Anbia-/Nabi-Muhammad-s.a.w.html dan http://harmoni-my.org/arkib/kisahnabi/ [lebih kurang sama saja]